Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 Oktober 2010

Arswendo Malah Gembosi SEPILIS-JIL

ally Sety 11 Februari jam 13:11 Balas • Laporkan
Kemarin hari Rabu, 10 Februari 2010 pukul 10.00 WIB kembali digelar Sidang Konstitusi membahas tentang Judicial Review atas UU No.1 PNPS th.1965 tentang Penodaan Agama yang diajukan oleh kaum SEPILIS-JIL.

http://www.facebook.com/note.php?created&&suggest&note_id=329605430378#!/notes.php?id=1156683597

Hal yang menarik dalam sidang ke-II kali ini adalah kehadiran Arswendo sebagai Saksi Korban yang diajukan oleh pihak Pemohon (SEPILIS-JIL).

Arswendo Atmowiloto Pimred Tabloid Monitor pada tahun 1990 dijerat UU Penodaan Agama dengan hukuman pidana selama 5 tahun karena telah melecehkan Nabi Muhammad saw dengan membuat polling angket berhadiah di tabloid Monitor yang menempatkan Nabi Muhammad saw di nomer ke-11.

Sejatinya, Arswendo dihadirkan adalah untuk menguatkan gugatan pihak SEPILIS-JIL terhadap argumen mereka bahwa UU Penodaan Agama seharusnya dicabut. Namun alih-alih menguatkan, Arswendo malah 'menggembosi' SEPILIS-JIL.

Arswendo mengaku tidak tahu kalau membuat polling Nabi Muhammad saw adalah sebuah penistaan, “Saya baru tahu bahwa membandingkan Nabi Muhammad dengan manusia lain adalah penodaan, sebelum itu tidak pernah ada penjelasan mengenai hal ini.”

“Pasal ini seperti gigi yang mulai goyang. Dia bisa dicabut bisa pula dirawat dipertahankan dengan penjelasan-penjelasan yang mudah dipahami. Sehingga tidak mengulang kejadian yang sama,” demikian lanjut Arswendo.

Arswendo Atmowiloto
Arswendo Atmowiloto Menyesal Lukai Umat
http://www.antara.co.id/berita/1265786283/arswendo-atmowiloto-menyesal-lukai-umat

Sedangkan utusan dari MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia), mengatakan, “Bila penodaan agama dilakukan kepada agama yang banyak penganutnya maka penganut agama tersebut dapat melakukan perlawanan dalam bentuk juridis maupun aksi-aksi lainnya.

Kebebasan yang tanpa bebas akan menimbulkan konflik dan anarkisme. Apakah dengan dicabutnya UU PNPS akan membuat agama-agama kecil lebih terlindungi? Atau, jangan-jangan justru menjadi semakin tidak terlindungi dan menjadi pihak yang teraniaya. Karena tidak ada lagi aturan hukum yang menjadi pegangan. Karena itulah kami menolak pencabutan UU No.1 PNPS th.1965.”

Berikut adalah ringakasan sesi tanya-jawab dari Pemohon (Sepilis-Jil), Pihak Terkait (MUI, PBNU, Pemerintah) dengan Saksi Korban (Arswendo).

Pemohon:
- “Apakah ketika membuat polling, anda membayangkan bahwa akan muncul nama nabi Muhammad?
- Apakah menempatkan Nabi Muhammad di nomer 11 itu rekasaya atau sesuai faktual sesuai dengan polling?
- Apakah membikin polling itu anda gunakan sebagai semangat permusuhan?”

MUI :
- “Apakah pada waktu itu korban terpikir/terasa bahwa memasukkan nama nabi Muhammad pada no 11 akan terjadi, akan terluka hati dan perasaan umat Islam Indonesia? Karena Iwan Fals (di peringkat ke-4) itupun tidak senang dan terasa terluka juga karena ia berada tujuh nomer di atas Nabi Muhammad saw.
- Saudara menyatakan, bahwa tidak tahu akan menimbulkan penodaan agama. Pertanyaan saya : Apakah ada rasa menyesal? Apakah ada kekhawatirkan apabila orang lain melakukan hal yang sama akan berakibat kerusuhan/chaos? Anda menyebutkan UU No.1 PNPS th.1965 seperti gigi yang mau tanggal sehingga bisa dicabut atau diperkuat. Apakah secara eksplisit saudara menyatakan bahwa memang diperlukan suatu aturan, suatu UU unt mengindari orang secara sembarangan melakukan penodaan agama?
- Bagaimana metodologi bagaimana memilih responden?”

PBNU:
- “Sehubungan dengan aturan Penodaan Agama, apakah dengan dicabutnya peraturan tersebut maksudnya terbantu kebebasan dan diperbolehkan penodaan agama?”

Pemerintah:
- “Saya meminta saudara mengingat siapa-siapa nama polling dari no.1 hingga 11.
- Bagaimana kalau Imam atau taruhlah seperti Nabi Muhammad saw, di agama yang saudara yakini, apakah kalau diperlakukan demikian saudara tidak ternoda, tidak terhina?
- Saudara dijerat dengan Pasal 1 UU PNPS No.1 Th. 1965. Apakah itu kaitan dengan dengan kebebasan beragama atau dengan penodaan?
- Bagaimana kalau UU ini tidak ada? Apakah saudara juga tidak membayangkan kalau pada saat itu demo sedemikian besar mengancam jiwa saudara? Apa yang saudara pikirkan?”

Arswendo :
- “Saya menyesal karena membuat Islam marah. Itu kesalahan saya yang paling dalam. Pada minggu yang sama ketika peristiwa itu terjadi permintaan maaf di Televisi dan dimuat di nomer berikutnya di halaman satu seluruhnya isinya hanya permintaan maaf.
- Tidak ada metodologi khusus.
- Yang lainnya saya kira sudah termasuk disini. Karena untuk ini saya boleh tidak menjawab dan saya mungkin tidak terlalu mempunyai jawaban.
- (tentang istilah gigi) Saya memanggap ini ada masalah, dibiarkan karena masih ada kasus semacam ini….. boleh, dicabut…. ya bisa. Atau tetep saja diralat dengan beberapa perincian yang jelas.”

Pemohon : “Apakah menempatkan no 11 itu faktual hasil polling ataukah rekayasa?”
Arswendo :
- “Pada waktu itu. Itu bukan rekayasa semuanya ada nomer-nomer urutnya.”

Pemerintah : “Yang tadi no. 1 sampai dengan 11 itu siapa saja?”
Arswendo :
- “Saya tidak begitu ingat, yang nomer satu yang saya ingat adalah Presiden Suharto, urutan persisnya saya tidak, mungkin Sukarno bisa Sadam Husein diurutan ke tiga dan lain sebagainya. Kemudian sampai dengan no 10 saya sendiri dan no 11 nabi Muhammad itu.”

Sontak pengunjung di luar ruang siding bersorak “Owwwhhhh…..sudah untung dia tidak mati.”

Yah, seharusnya Arswendo bersyukur karena adanya UU No.1 PNPS Th.1965 memberikan proses peradilan sehingga dia terselamatkan dari amarah umat Islam yang memungkinkan dia tewas ditangan peradilan massa.


(Sally Sety)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar